Saat
musim hujan tiba, banjir seolah menjadi sahabat yang setia menemani Jakarta. Banjir
tak hanya merendam dikawasan pinggiran, pusat-pusat kegiatan di Jakarta juga
sempat lumpuh karena jalannya terendam banjir. Bahkan beberapa waktu lalu
Gubernur DKI Joko Widodo sempat turun ke dalam gorong-gorong untuk memeriksa
keadaan gorong-gorong di Jakarta.
Setelah
kabar berita tersebut diekspose media massa seolah-olah gorong-gorong
menjadikan biang kerok banjir Jakarta karena tidak mampu menampung air sehingga
menyebabkan banjir di ibukota.
Sebenarnya
menyalahkan gorong-gorong bukanlah hal yang bijaksana. Karena fungsi utama
gorong-gorong hanyalah sebagai sarana untuk mengalirkan air yang tidak dapat
diserap tanah. Permasalahan utamanya sebenarnya adalah bagaimana dapat
meminimalisir air limpasan.
Tingginya
air limpasan yang ada di Jakarta adalah karena rendahnya lahan terbuka untuk
menyerap air. Di era modern seperti saat ini resapan air dapat dioptimalkan
dengan membuat biopori atau sumur resapan.
Hal
lain yang harus diperhatikan adalah posisi Jakarta, yang berada pada daerah
hilir DAS. Berdasarkan karakteristik DAS, banjir didaerah hilir bukan
semata-mata karena keadaan di daerah hilir saja tetapi juga keadaan di daerah
hulu sungai.
Sehebat
apapun upaya untuk meminimalisir banjir di daerah hilir tanpa adanya peran di daerah
hulu maka usaha didaerah hilir hanyalah upaya yang sia-sia. Dalam hal ini
masalah banjir Jakarta hendaknya dikoordinasikan penyelesainnya dengan daerah
hulu agar penanganan banjir ini dapat terpadu dan optimal.