SEMANGAT MENCERDASKAN BANGSA

Wednesday, 17 October 2012

MISTERI TRUNYAN BALI



Desa trunyan merupakan sebuah desa kuno di tepi danau batur. Desa ini merupakan sebuah desa bali aga, bali mula dengan kehidupan masyarakat yang unik dan menarik bali aga, berarti orang bali pegunungan, sedangkan bali mula berarti bali asli. Kebudayaan orang Trunyan mencerminkan satu pola kebudayaan petani yang konservatif. Masyarakat Trunyan masih sangat primitif sehingga penduduk Trunyan mempersepsikan diri dan jati diri mereka dalam dua versi.
1.      Versi pertama, orang Trunyan adalah orang Bali Turunan, karena mereka percaya bahwa leluhur mereka ‘turun’ dari langit ke bumi Trunyan. Terkait dengan versi ini, orang Trunyan mempunyai satu mite atau dongeng suci mengenai asal-usul penduduk Trunyan adalah seorang Dewi dari langit.
2.      Versi kedua orang Trunyan hidup dalam sistem ekologi dengan adanya pohon Taru Menyan, yaitu pohon yang menyebarkan bau-bauan wangi. Dari perdaduan kata “taru” dan “menyan” berkembang kata Trunyan yang dipakai nama desa dan nama penduduk desa tersebut.
Hawa udara desa Trunyan sangat sejuk, suhunya rata-rata 17 derajat Celcius dan dapat turun sampai 12 derajat Celcius. Danau Batur dengan ukuran panjang 9 km dan lebar 5 km merupakan salah satu sumber air dan sumber kehidupan agraris masyarakat Bali selatan dan timur.
Di sebelah utara Trunyan terdapat kuban, sebuah tempat makam desa, namun jenazah tidak dikuburkan atau dibakar, melainkan diletakkan di bawah pohon setelah dilakukan upacara kematian yang rumit. Tempat pemakamanan ini dipenuhi oleh tulang-tulang, dan bisa jadi kita menemukan mayat yang masih baru. Masyarakat Trunyan mempunyai suatu tradisi dalam memakamkan orang yang meninggal. Ada yang dikubur tapi ada juga yang tidak dikubur tapi hanya diletakkan di bawah pohon besar. Pohon tersebut adalah pohon menyan. Tetapi ada syarat-syarat tertentu tentang pemakaman di desa trunyan. Ada dua cara pemakaman di desa trunyan.
1.      Meletakkan jenazah diatas tanah dibawah udara terbuka yang disebut dengan istilah mepasah. Orang-orang yang dimakamkan dengan cara mepasah adalah mereka yang pada waktu matinya termasuk orang-orang yang telah berumah tangga, orang-orang yang masih bujangan dan anak kecil yang gigi susunya telah tanggal.
2.      Dikubur / dikebumikan. Orang-orang yang dikebumikan setelah meninggal adalah mereka yang cacat tubuhnya, atau pada saat mati terdapat luka yang belum sembuh seperti misalnya terjadi pada tubuh penderita penyakit cacar, lepra dan lainnya. Orang-orang yang mati dengan tidak wajar seperti dibunuh atau bunuh diri juga dikubur. Anak-anak kecil yang gigi susunya belum tanggal juga dikubur saat meninggal.
Ada tiga macam kuburan:
1.      Sema (kuburan) Wayah bagi warga yang kematiannya wajar. Letaknya paling utara.
2.      Sema Muda untuk menguburkan bayi dan anak kecil atau warga yang sudah dewasa tetapi belum menikah.
3.      Sema Bantas untuk warga yang kematiannya tidak wajar, misalnya karena kecelakaan atau karena bunuh diri.
Dua kuburan pertama, Sema Wayah dan Sema Muda, letaknya agak berjauhan dengan desa, sedangkan Sema Bantas terletak di dekat Desa Trunyan.
Ketika kita berada di seberang danau, kita dapat melihat megahnya gunung batur dan ketika menghadap ke timur. Kita dapat melihat sebuah pohon besar, menurut kepercayaan masyarakat bali di Trunyan pohon Taru dapat menyerap bau busuk sehingga meskipun mayat dibiarkan tanpa dikubur tidak ada bau busuk tercium dan karena desa ini sangat terisolir, maka di sana tidak ditemukan binatang pemakan bangkai, sehingga tulang dan tengkorak tidak hilang dimakan binatang. Pohon ini dikenal sebagai Taru Menyan yang diyakini sebagai asal mula nama Desa Trunyan. Konon, pohon ini pernah menyebarkan bau sangat harum. Tetapi, hal ini bertolak belakang dengan cara pandang keilmiahan.
Secara ilmiah ketika kita datang mendekati jenasah, bagian tubuh yang terdekat adalah kaki. Ketika siang hari angin berhembus dari lembah, karena udara berhembus dari temperatur yang dingin menuju ke temperatur yang panas. Sehingga bau busuk tidak tercium kecuali jika kita berdiri di atas bagian kepala, baru akan tercium bau busuk. Biasanya wisatawan atau penduduk sekitar mendatangi tempat para jenasah tadi pada siang hari. Angin yang datang dari arah belakang tubuh kita sehingga hidung tidak bisa mencium bau busuk tersebut. Sebaliknya jika malam hari angin angin berhembus dari gunung sehingga jika kita mengunjunginya pada malam hari akan tercium bau busuk yang menyengat. Masyarakat trunyan tiadak pernah datang pada malam hari karena memang suasana disana sangat menyeramkan sehingga tidak pernah mendapati bau busuk. Begitulah sebenarnya bau busuk tidak tercium di pemakaman di desa trunyan.