A. DESA
1. Definisi
· Menurut Bintarto (1983: 11), desa adalah merupakan suatu hasil perpaduan antara kegiatan kelompok manusia dengan lingkungannya.
· Menurut Kartohardikusumo dalam Bintarto (1983:11), desa merupakan suatu kesatuan hokum tempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri
· Menurut UU No 22 Tahun 1999, bab I, pasal I. Desa adalah kesatuan masyarakat hokum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempatberdasarkan asal usul serta adat istiadat setempat yang diakui dalam system pemerintahan nasional di daerah kabupaten
2. Potensi Desa
Secara umum, potensi adalah segala sesuatu yang dimiliki tetapi belum dimanfaatkan. Selama belum dimanfaatkan maka potensi suatu wilayah tidak akan memberi manfaat apapun bagi masyarakat. Menurut Bintarto (1983:11) potensi desa dapat diartikan sebagai berbagai sumber daya alam (fisik) dan sumber daya manusia (non fisik) yang tersimpan dan terdapat di suatu desa
a. Potensi Fisik
Potensi-potensi fisik yang dimiliki perdesaan adalah sebagai berikut.
1) Tanah, meliputi berbagai sumber tambang dan mineral, lahan untuk tumbuhnya tanaman.
2) Air, dalam artian sumber air yang meliputi keadaan atau kondisi, tata airnya untuk irigasi, pertanian dan kebutuhan hidup sehari-hari.
3) Iklim, peranannya sangat penting bagi desa yang bersifat agraris.
4) Ternak , sebagai sumber tenaga, bahan makanan,dan pendapatan.
5) Manusia, sebagai sumber tenaga kerja potensial (potential man power), baik pengolah tanah, dan produsen dalam bidang pertanian, maupun tenaga kerja industri di kota
b. Potensi Non fisik
Potensi-potensi non fisik yang dimiliki perdesaan adalah sebagai berikut.
1) Masyarakat desa, yang hidup berdasarkan gotong-royong. Gotong-royong merupakan suatu kekuatan berproduksi atau kekuatan membangun atas dasar kerja sama, dan saling pengertian
2) Lembaga-lembaga sosial, yaitu lembagalembaga pendidikan dan organisasiorganisasi sosial yang dapat memberikan bantuan sosial dan bimbingan terhadap masyarakat.
3) Aparatur atau pamong desa, untuk menjaga ketertiban dan keamanan demi kelancaran jalannya pemerintahan desa.
3. Perkembangan Desa
Menurut Bintarto (1983:11) potensi antara satu desa dengan desa yang lainnya tidak sama, karemna keadaan geografis dan penduduknya berbeda, luas tanah, macam tanah dan tingkat kesuburan tanah yang tidak sama. Sumber air dan tata air yang berlainan menyebabakan cara penyesuaian atau corak kehidupannya berbeda. Keadaan penduduk dan dasar kehidupan masyarakat desa yang berbeda mengakibatkan adanya berbagai karakteristik dan berbagai tingkat kemajuan desa yaitu :
a. Desa yang kurang berkembang
b. Desa yang sedang berkembang
c. Desa berkembang atau desa maju
4. Struktur Ruang Desa
Bentuk permukiman antara desa satu dengan desa lain mempunyai perbedaan. Perbedaan tersebut terjadi karena faktor geografi yang berbeda. Secara umum permukiman pedesaan berbentuk memusat, linier, terpencar, dan mengelilingi fasilitas tertentu.
a. Bentuk Perdesaan Memusat
Bentuk perdesaan memusat banyak ditemukan di daerah pegunungan. Bentuk perdesaan ini terpencar menyendiri (agglomerated rural settlement). Biasanya dihuni oleh penduduk yang berasal dari satu keturunan sehingga merupakan satu keluarga atau kerabat
b. Bentuk Perdesaan Linier
Bentuk perdesaan linier banyak ditemukan di daerah pantai, jalan raya, dan sepanjang sungai. Bentuk perdesaan ini memanjang mengikuti jalur jalan raya, alur sungai atau garis pantai. Pola ini digunakan masyarakat dengan tujuan untuk mendekati prasana transportasi (jalan dan sungai) atau untuk mendekati lokasi tempat bekerja, seperti nelayan di pinggiran pantai
c. Bentuk Perdesaan Terpencar
Bentuk perdesaan yang terpencar cenderung menyendiri (disseminated rural settelment). Biasanya perdesaan seperti ini hanya merupakan farm stead, yaitu sebuah rumah petani yang terpencil, tetapi lengkap dengan gudang alat mesin, penggilingan gandum, lumbung, kandang ternak, dan rumah petani
d. Bentuk Perdesaan Mengelilingi Fasilitas
Bentuk perdesaan seperti ini umumnya ditemukan di daerah dataran rendah, di mana banyak fasilitas-fasilitas umum yang dimanfaatkan penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Fasilitas tersebut misalnya mata air, danau, waduk, dan fasilitas lain
A. KOTA
1. Definisi
· Menurut Bintarto (1983:36), kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen dan kehidupan materealistis. Kota juga dapat diartikan sebagai sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsurunsuralami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materealistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.
· Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No.4 tahun 1980 menyebutkan bahwa kota terdiri atas dua bagian. Pertama, kota sebagai suatu wadah yang memiliki batasan administratif sebagaimana diatur dalam perundang-undangan. Kedua, kota sebagai lingkungan kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri non-agraris, misalnya ibu kota kabupaten, ibu kota kecamatan, serta berfungsi sebagai pusat pertumbuhan dan permukiman.
2. Struktrur Ruang Kota
Kota ideal adalah kota yang mempu mengakomodasi dan menyelaraskan antara aktivitas masyarakat dan bentuk penggunaan lahannya. Untuk itu banyak pemikiran tentang konsep kota ideal yang diwujudkan dalam teori-teori kota ideal.
a. Holmer Hoyt (Sector Theory)
Menurut Holmer Hoyt dalam Daldjoeni (1992:153) bahwa struktur ruang kota cenderung berkembang berdasarkan sektor-sektor dari pada berdasarkan lingkaranlingkaran konsentrik. CBD terletak di pusat kota, namun pada bagian lainnya berkembang menurut sektor-sektor yang bentuknya menye-rupai irisan kue bolu. Hal ini dapat terjadi akibat dari faktor geografi, seperti bentuk lahan dan pengembangan jalan sebagai sarana komunikasi dan transportasi.
Susunan kota menurut teori sektor
1. Sektor pusat kegiatan bisnis yang terdiri atas bangunan-bangunan kontor, hotel, bank, bioskop, pasar, dan pusat perbelanjaan.
2. Sektor kawasan industri ringan dan perdagangan.
3. Sektor kaum buruh rendahan , yaitu kawasan permukiman kaum buruh.
4. Sektor perdagangan besar dan industry kecil termasuk zona transisi
5. Sektor permukiman kaum elit, yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas yang terdiri dari para eksekutif dan pejabat.
b. Ernes W. Burgess (Teori Memusat/ Konsentris)
Menurut Burgess dalam Hadi Sabari Yunus (2004:5) mengemukakan teori memusat atau konsentris yang menyatakan bahwa daerah perkotaan dapat dibagi dalam enam zona
1. Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District), yang merupakan pusat pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel restoran dan sebagainya.
2. Zona peralihan, merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona ini tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonomi.Daerah ini sering ditemui kawasan permukiman kumuh yang disebut slum karena zona ini dihuni penduduk miskin. Namun demikian sebenarnya zona ini merupakan zona pengembangan industri sekaligus menghubungkan antara pusat kota dengan daerah di luarnya.
3. Zona permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah, ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar. Burgess menamakan daerah ini workingmen's homes.
4. Zona permukiman kelas menengah (residential zone), merupakan kompleks perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya lebih baik dibandingkan kelas proletar.
5. Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan kaum eksekutif, pengusaha besar, dan pejabat tinggi.
6. Zona penglaju (commuters), merupakan daerah yang yang memasuki daerah belakang (hinterland) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota dan tinggal di pinggiran.
c. CD Harris & EL Ullman (Teori Berganda/Multiple Nuclei)
Menurut Harris dan Ullman dalam Daldjoeni (1992:158) menilai bahwa kota tidak seteratur penggambaran Burgess karena antar kawasan kota seolah berdiri sendiri. Sruktur ruang kota tidaklah sesederhana dalam teori konsentris. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya urutan-urutan yang teratur yang dapat terjadi dalam suatu kota terdapat tempattempat tertentu yang befungsi sebagai inti kota dan pusat pertumbuhan baru.
1. Pusat kota atau Central Business District (CBD).
2. Kawasan niaga dan industri ringan.
3. Kawasan murbawisma atau permukiman kaum buruh.
4. Kawasan madyawisma atau permukiman kaum pekerja menengah
5. Kawasan adiwisma atau permukiman kaum kaya.
6. Pusat industri berat.
7. Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
8. Upakota, untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
9. Upakota (sub-urban) kawasan industri.
A. INTERAKSI DESA KOTA
Interaksi wilayah (Spatial Interaction) adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara dua wilayah atau lebih, yang dapat melahirkan gejala, kenampakkan dan permasalahan baru, secara langsung maupun tidak langsung, sebagai contoh antara kota dan desa.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa interaksi antar wilayah memiliki tiga prinsip pokok sebagai berikut :
1. Hubungan timbal – balik terjadi antara dua wilayah atau lebih
2. Hubungan timbal balik mengakibatkan proses pengerakan yaitu :
a) Pergerakan manusia (Mobilitas Penduduk)
b) Pergerakan informasi atau gagasan, misalnya : informasi IPTEK, kondisi suatu wilayah
c) Pergerakan materi / benda, misalnya distribusi bahan pangan, pakaian, bahan bangunan dan sebagainya
3. Hubungan timbal balik menimbulkan gejala, kenampakkan dan permasalahan baru yang bersifat positif dan negatif, sebagai contoh :
a) kota menjadi sasaran urbanisasi
b) terjadinya perkawinan antar suku dengan budaya yang berbeda
Sumber:
· Jayadinata,Johara T. 1999. Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan dan wilayah.Bandung:ITB
· Sajogyo dan Pudjiwati Sajogjo.1992. Sosiologi Pedesaan: Yogyakarta. UGM Press
· Bintarto. 1983.Interaksi Desa-Kota Dan Permasalahannya: Yogyakarta. Gmalia
Indonesia
· N. Daldjoeni. 1992. Geografi Baru. Bandung: Penerbit Alumni
· UU No 22 Tahun 1999, bab I, pasal I tentang pemerintah daerah
· Prasongko, Eko Titis dan Rudi Hendrawansyah. Geografi SMA kelas XII: Jakarta. Pusat Perbukuan Depdiknas
· Anjani, Eni dan Tri Haryanto. Geografi Untuk Kelas XII SMA/MA: Klaten.PT. Macan Jaya Cemerlang